“Mendidik pikiran tanpa mendidik hati, adalah bukan pendidikan sama sekali”
(Aristoteles, Filsuf)
Durasi : 2 JP
Moda: Mandiri
Tujuan Pembelajaran Khusus:
CGP dapat menjelaskan urgensi Pembelajaran Sosial dan Emosional untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman agar seluruh individu di sekolah dapat meningkatkan kompetensi akademik dan kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.
CGP dapat menjelaskan konsep Pembelajaran Sosial dan Emosional berdasarkan kerangka kerja CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) yang bertujuan untuk mengembangkan 5 (lima) Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
CGP dapat mendemonstrasikan pemahaman tentang konsep kesadaran penuh (mindfulness) sebagai dasar pengembangan 5 kompetensi sosial emosional (KSE).
CGP dapat menjelaskan bagaimana implementasi pembelajaran sosial emosional di kelas dan sekolah melalui 4 indikator, yaitu: pengajaran eksplisit, integrasi dalam praktik mengajar guru dan kurikulum akademik, penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah, dan penguatan pembelajaran sosial emosional pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di sekolah.
Selamat datang kembali dalam fase eksplorasi konsep yang pertama!
Bapak/Ibu CGP, dalam fase Mulai dari Diri, kami mengajak Anda untuk merefleksikan hubungan kompetensi sosial dan emosional dengan peran Anda sebagai pendidik dan dengan pembelajaran murid. Mengapa Anda diajak untuk merefleksikan hubungan tersebut?
Dalam penelitian tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional:
Guru yang memiliki kompetensi sosial dan emosional yang baik lebih efektif dan cenderung lebih resilien/tangguh dan merasa nyaman di kelas karena mereka dapat bekerja lebih baik dengan murid.
Adanya keterkaitan antara kecakapan sosial dan emosional yang diukur ketika TK dan hasil ketika dewasa di bidang pendidikan, pekerjaan, pelanggaran hukum, dan kesehatan mental.
Pembahasan di atas sejalan dengan peran pendidik yang disampaikan Ki Hajar Dewantara. Pendidik adalah penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pemikiran KHD tersebut mengingatkan bahwa tugas pendidik sebagai pemimpin pembelajaran adalah menumbuhkan motivasi mereka untuk dapat membangun perhatian yang berkualitas pada materi dengan merancang pengalaman belajar yang mengundang dan bermakna. Kita merencanakan secara sadar pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan murid-murid untuk mewujudkan kekuatan (potensinya). Pembelajaran holistik yang memberikan mereka pengalaman untuk dapat mengeksplorasi dan mengaktualisasikan seluruh potensi dalam dirinya setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Kesadaran akan proses pendidikan yang dapat menuntun tumbuh kembang murid secara holistik sudah menjadi perhatian pendidik sejak lama. Kesadaran ini berawal dari teori Kecerdasan Emosi Daniel Goleman, dikembangkanlah CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) pada tahun 1995 (www.casel.org) sebagai konsep Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE). Konsep PSE berdasarkan berdasarkan kerangka CASEL tersebut dikembangkan Daniel Goleman bersama sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping anak. PSE berbasis penelitian ini, bertujuan untuk mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang terkoordinasi antara berbagai pihak dalam komunitas sekolah.
Secara lengkap, hasil penelitian tentang manfaat penerapan pembelajaran sosial dan emosional adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Hasil Pencapaian Penerapan Pembelajaran Sosial dan Emosional
Dengan mencermati diagram hasil di atas, kita semakin memahami urgensi PSE, yaitu peningkatan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah. Selain itu, PSE di kelas terbukti dapat menghasilkan pencapaian akademik yang lebih baik. PSE memberikan pondasi yang kuat bagi murid untuk dapat sukses dalam berbagai area kehidupan mereka di luar akademik, termasuk kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.
Apa itu Well-being?
Sejak beberapa dekade terakhir, well-being menjadi perhatian para praktisi dan akademisi pendidikan. Apa yang dimaksud dengan well-being?
Well-being berbeda dengan welfare meskipun sama-sama diterjemahkan menjadi “kesejahteraan” dalam Bahasa Indonesia.
Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.
Noble and McGrath (2016) menyebutkan bahwa well-being murid yang optimal adalah keadaan emosional yang berkelanjutan (relatif stabil) yang ditandai dengan: sikap dan suasana hati yang secara umum positif, relasi yang positif dengan sesama murid dan guru, resiliensi, optimalisasi diri, dan tingkat kepuasan diri yang tinggi berkaitan dengan pengalaman belajar mereka di sekolah.